
Wayang potehi bukan sekadar pertunjukan boneka dari kain dan kayu—ia adalah serpih jiwa dari diaspora Tionghoa Hokkian yang berlayar jauh dari pelabuhan Guangzhou dan mendarat di tanah Jawa berabad-abad lalu. Di balik tirai panggung kecil, potehi menyimpan kosmologi kuno: kisah loyalitas, pengorbanan, cinta yang tragis, dan dewa-dewa yang turun tangan saat manusia terjepit takdir.
Namanya berasal dari pou (kain), te (kantong), dan hi (drama). Tapi di tanah rantau, ia menjelma jadi penenun ingatan: tentang rumah yang jauh, tentang nilai-nilai Konfusianisme dan Taoisme yang berusaha bertahan di negeri yang tak selalu ramah. Pertunjukan potehi bukan hiburan belaka—itu adalah ritual, adalah bentuk doa.
Namun waktu dan kuasa menggerusnya. Orde Baru mengekang ekspresi Tionghoa; banyak dalang menyembunyikan boneka-bonekanya, mengganti nama panggung, atau berhenti sama sekali. Di zaman sekarang, potehi nyaris jadi fosil hidup—dianggap tua, asing, “bukan milik kita”. Ironis, karena ia telah hidup dan beradaptasi ratusan tahun di tanah ini, sama lamanya dengan gamelan berdentang.
Potehi adalah bukti bahwa budaya tak lahir dari batas negara, tapi dari pertemuan, percampuran, dan keinginan untuk bertahan. Hari ini, beberapa dalang muda dan tua mencoba menghidupkan kembali warisan ini, kadang dari teras rumah, kadang di tengah festival, berhadapan dengan sepi penonton—tapi dengan nyala yang belum padam.
Executive Producer
KALACEMETI PICTURES
Producer
PRISKA PUTRI. F
Director
A. IRFAN MUZAKI
Script Writer
YULIA RATNA. W
Narator
VEY ADINDA
Camera Person
Audioman
NAJIH ISHAN M. N. H
Lightingman
YUSUF SETYAWAN
Editor
A. IRFAN MUZAKI
Music Director
A. IRFAN MUZAKI
Audio Mixing & Mastering
A. IRFAN MUZAKI
Animator & Graphic
ACHMAD IRFAN MUZAKI
Translator
NUR ISTIQOMAH
Unit Manager
PRISKA PUTRI. F