
Di balik kata “sandangkamuka”—pakaian yang membalut muka bumi—tersembunyi gambaran cinta yang tak pernah utuh terucap. Cinta di sini bukan hanya perasaan, melainkan zat prima yang merasuk ke pori-pori keberadaan, seperti lapisan kulit kedua yang tak bisa terlepas. Ia melekat pada setiap unsur: gema angin di pepohonan, riak air di sungai, hingga bintik debu yang menari di sinar rembulan. Namun, semakin dekat kita mencoba meraih wujudnya, semakin kabur bayangannya—seperti junkie yang berkubang dalam sakau, terombang-ambing antara kerinduan dan mimpi panas yang semakin menyesakkan dada.
Secara semiotik, “sandangkamuka” mempermainkan kode-kode visual dan sonik: pakaian bumi bukan berupa kain, melainkan simbol tekstur tanah yang retak-retak, sabutan rerumputan yang tertiup angin, atau alunan detak jantung yang memompa darah ke lapisan-lapisan dermis planet ini. Setiap sapuan warna, setiap goresan suara, menandai absurditas usaha manusia untuk “memakai” cinta—padahal sejatinya cinta mengenakan kita, menabulasi identitas dan makna. Tafsir cinta sebagai zat eksternal runtuh; ia berubah jadi realitas imersif yang terhirup hingga ke dalam aliran darah.
Dalam terjemahan filosofisnya, cinta itu adalah kontradiksi abadi: sunyi yang memekakkan, hening yang merobek, kelekatan yang justru memisah. Seperti pelaku sakau yang merindu dosis berikutnya, kita merindu ungkapan yang tak kunjung tiba—dan di situlah keindahan “sandangkamuka” bersemayam. Cinta tak butuh bentuk, ia butuh kegelisahan; bukan ungkapan, tapi kebisuan yang menumbuhkan luka dan kerinduan sekaligus. Dan dalam pusaran fever dream itu, kita sadar: mengenakan cinta bukanlah soal memilih baju yang tepat, melainkan tentang membiarkan bumi—jasad dan jiwa—bergetar dalam ketidakmampuan kita mengucapkannya.
Executive Producer
KALACEMETI PICTURES
Producer
FARID NURUL HAKIM
Director
ACHMAD IRFAN MUZAKI
Script Writer
ETTA AKERFELT
Cast
Camera Person
Editor
Lighting
Artistik & Property
Music Director
MOMFTDSM
Unit Manager
FASTABIQ ARFIAN