
Tugu Jogja, atau yang kini akrab disebut Pal Putih, berdiri megah di simpang jalan utama kota—tapi tak banyak yang ingat bahwa ia adalah jelmaan dari tugu lain yang telah tiada: Tugu Golong-Gilig. Dibangun pada 1755 atas perintah Sultan Hamengkubuwono I, Tugu awal ini bukan sekadar penanda, tapi simbol filsafat politik dan spiritual: “manunggaling kawula gusti” — persatuan antara raja dan rakyat, manusia dan Tuhan.
Tugu Golong-Gilig berbentuk silindris, menjulang lurus ke langit, tanpa pagar pembatas—mengisyaratkan keterhubungan langsung antara bumi dan langit. Tapi gempa 1867 merobohkannya. Kolonial Belanda membangunnya kembali tahun 1889 dengan bentuk baru: lebih pendek, bersudut, dan bergaya Eropa. Sejak saat itu, makna spiritualnya perlahan memudar, digantikan oleh makna administratif dan estetis.
Kini, Pal Putih menjadi ikon pariwisata. Ia difoto, disanjung, dan dijadikan landmark, tapi akar filosofisnya—tentang kesatuan kosmos dan kepemimpinan yang melayani—hampir tak disebut. Ia menjadi monumen yang indah tapi sunyi, terputus dari darah dan nafas yang dulu menghidupinya.
Executive Producer
KALACEMETI PICTURES
Producer
LOLA LOLITA. S
Director
A. IRFAN MUZAKI
Script Writer
ORRYZA MELATI. S
Narator
AVIE KUSNADI
Camera Person
Editor
A. IRFAN MUZAKI
Music Director
A. IRFAN MUZAKI
Audio Mixing & Mastering
A. IRFAN MUZAKI
Animator & Graphic
HILMAWAN FITRIANSYAH
Unit Manager
YULIA RATNA. W